Sumbawa Besar, bidikankameranews.com –
CEO BorSya Group, Boris Syaifullah dalam press release-nya yang diterima redaksi bidikankameranews.com pada jumat (12/1) mengatakan, MNC Group adalah perusahaan telekomunikasi dan jaringan media besar di Indonesia. Punya beberapa stasiun tv dan provider layanan internet dan tv kabel.
“Kami berusaha di bisnis yang sama layanan jaringan internet. Mengapa tidak berkolaborasi sehingga kekuatannya lebih besar lagi untuk membangun daerah sendiri dan menutup blank spot yang masih banyak?
Mengapa lewat politik ?”, ungkap Boris.
Menurut Wakil Ketua Komite Tetap Asia Timur dan Pasifik Kadin Indonesia ini, politik dan bisnis tidak bisa dipisahkan, mempengaruhi, makanya pertimbangan utamanyanya merapat ke Perindo agar punya kekuatan besar untuk bangun daerah.
“Tentu saya meyakini, terjun dalam dunia politik dengan gagasan baru adalah hal yang tidak mudah saya lakukan tanpa adanya kesamaan pikiran juga satu cita-cita bersama untuk mewujudkannya”, terang Boris.
Dengan berbagai tempaan dan dinamika yang panjang, sambungnya, Boris memberanikan diri untuk terlibat dalam pertumbuhan sumber daya manusia. Meyakini hal tersebut jarang di perhatikan akhirnya dengan gagasan dan keberanian saya membangun sekolah menengah kejuruan (SMK) BorSya Telelekomunikasi (BSTel).
“Hal itu saya lakukan dengan melihat infrastruktur pendidikan yang bahkan sampai sekarang belum merata pembangunannya. Melalui sekolah ini kedepannya generasi dan sumber daya manusia terjaga dan terawat dengan baik, tegasnya.
Namun, tambah Ketua Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (APNATEL) Indonesia ini, terjun dalam dunia politik selalu saja ada dinamikanya tersendiri. Dirinya mengaku, pasca baliho dan spanduknua bertebaran di pulau Sumbawa, beberapa tokoh mulai mendiskusikan dan bahkan memintanua untuk tidak terlalu serius dan maju dalam pencalonan legislatif ini.
“Saya hampir saja menyerah dengan berbagai seruan mundur tersebut. Akan tetapi, saya meyakini, jika saya mundur itu akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat. Sebab, terjun dalam dunia politik bukan saja ajang untuk kita coba coba melainkan jalan pengabdian, paparnya.
Apalagi beberapa hari ini perdebatan tentang pemekaran pulau Sumbawa semakin hangat. Padahal, justru itu yang mesti harus dorong untuk masuk dalam pembahasan baleg karena semua persyaratan yang diminta kemedagri udah clear dan diverifikasi semua.
“PPS itu tinggal diketok pengesahan di DPR tahun 2014, ampres sudah keluar, bahkan RUU PPS sudah jadi. Hanya karena Mendagri bilang dana tidak ada, makanya belum disahkan. Persoalan cuma satu, negara tidak ada dana buat DOB. Berbeda dengan Papua, karena Papua itu politis dan diharuskan oleh UU, dan seharusnya sudah mekar sejak zaman SBY”, ujarnya.
Namun ironisnya, isu ini justru dibuat secara gamblang bahwa segala kepentingan selalu saja dijadikan bahan jualan kampanye. Namun dirinya tidak ingin terlalu jauh membicarakan hal tersebut. Sebab, jika hanya jualan janji saja tentu masyarakat sudah tahu betul bagaimana selama ini pemekaran pulau Sumbawa tersebut berujung harapan saja.
“Jikapun nanti saya diamanahkan, silahkan lihat saja eksekusi lapangan terhadap pemekaran pulau Sumbawa,” tukasnya.
Dan tidak hanya itu, dengan melihat berbagai potret infrastruktur yang tidak memadai juga tingkat pembangunan kesejahteraan yang menurun.
“Saya butuh kekuatan yang lebih besar untuk berjalan beriringan dengan saya. Kekuatan yang punya visi yang sama untuk pembangunan kesejahteraan masyarakat. Dan itu adalah kekuatan dari pada masyarakat. semoga dengan berbagai dukungan melalui perusahaan di atas dapat mewujudkan kita semua dalam kehidupan yang lebih baik. untuk membuktikan hal tersebut saya butuh kekuatan dari pada teman teman sekalian. Sebab, hidup yang tidak pernah dipertaruhkan adalah hidup yang tak dapat kita menangkan. Dan saya ingin membanggakan dan menyenangkan bagi seluruh masyarakat. Lebih lebih masyarakat pulau Sumbawa.
Semoga Allah SWT mudahkan. Aamiin”, tutup Boris. (*)