Sumbawa Besar, bidikankameranews.com — Menyikapi berbagai pertanyaan masyarakat mengenai keberadaan hutan adat di wilayah Sumbawa dan Sumbawa Barat, Kesultanan Sumbawa menegaskan bahwa saat ini tidak lagi terdapat hutan adat dalam wilayah hukum kedua kabupaten tersebut.
Penegasan ini disampaikan Ketua Dewan Syara’ Majelis Adat Lembaga Adat Tana Samawa (LATS), Syukri Rahmat, usai melakukan komunikasi langsung dengan Yang Mulia Sultan Muhammad Kaharuddin IV.
Menurut Syukri kepada media ini, Selasa (19/8/2025), pada masa pemerintahan Kesultanan Sumbawa dahulu, seluruh kawasan hutan termasuk pulau-pulau kecil yang tersebar di berbagai wilayah merupakan bagian dari hutan adat yang berada di bawah kewenangan Sultan. Namun, hal tersebut berubah seiring dengan berakhirnya masa pemerintahan kesultanan dan bergabungnya wilayah Sumbawa ke dalam wilayah Republik Indonesia.
“Ketika Kesultanan Sumbawa bergabung dengan Republik Indonesia, seluruh kewenangan atas wilayah-wilayah tersebut beralih ke pemerintah, yang saat itu berada di bawah Pemerintah Daerah Tingkat II Sumbawa, dan kemudian menjadi Kabupaten Sumbawa serta Kabupaten Sumbawa Barat setelah pemekaran pada tahun 2003,” jelas Syukri.
Ia menambahkan, tonggak penting dalam perubahan status tanah adat terjadi pada tahun 1960, seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria. Pada saat itu, YM Sultan Muhammad Kaharuddin III secara sukarela melepas seluruh tanah adat, termasuk tanah pecatu dan tanah-tanah yang sebelumnya dikuasai oleh pejabat Kesultanan, kepada negara melalui pemerintah Kabupaten Sumbawa, tanpa pengecualian.
“Dari fakta historis dan yuridis itulah, dapat ditegaskan bahwa di wilayah Sumbawa dan Sumbawa Barat saat ini tidak lagi terdapat tanah atau hutan yang berstatus adat,” ujar Syukri.
Sejalan dengan hal tersebut, Kesultanan Sumbawa bersama LATS meminta pemerintah daerah, baik Kabupaten Sumbawa maupun Kabupaten Sumbawa Barat, untuk menyusun regulasi yang tegas dan mengikat guna menghindari potensi klaim sepihak dari pihak atau kelompok tertentu yang mengatasnamakan hutan adat.
“Kami berharap pemerintah daerah dapat segera merumuskan aturan yang pasti terkait ini, tentu dengan berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat,” imbuhnya.
Diakhir pernyataannya, Syukri menyampaikan pesan dari YM Sultan Muhammad Kaharuddin IV kepada seluruh masyarakat Samawa dari Tarano hingga Sekongkang, agar terus menjaga persatuan dan kesatuan serta merawat nilai-nilai kesamawaan yang telah diwariskan oleh para leluhur.
“Marilah kita bersama-sama menjaga marwah dan martabat Tau ke Tana Samawa dengan tulus dan ikhlas. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan petunjuk kepada kita semua,” pungkasnya. (*)