‘ Abaikan SKB Tiga Menteri ‘ PWI NTB Kecam Pemanggilan Tujuh Media, Minta Polres Sumbawa Hormati UU Pers

Spread the love

‘ Abaikan SKB Tiga Menteri ‘ PWI NTB Kecam Pemanggilan Tujuh Media, Minta Polres Sumbawa Hormati UU Pers

 

MATARAM, bidikankameranews.com – Langkah Polres Sumbawa yang telah melakukan pemanggilan klarifikasi pada tujuh media di Provinsi NTB , telah mengabaikan SKB Tiga ( 3 ) Menteri , bahwa pemerintah berupaya untuk memberikan ruang yang lebih aman bagi pers agar dapat menjalankan fungsinya tanpa khawatir terjebak pada interpretasi yang lentur dari UU ITE, hal ini menuai kecaman dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB.

Hal itu menyusul, laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilayangkan Lusi ke Polres Sumbawa, dinilai akan berdampak negatif pada kebebasan pers.

“Kami sayangkan, pemanggilan klarifikasi yang dilayangkan Polres Sumbawa terhadap tujuh media di Provinsi NTB itu. Ini bisa menjadi alat pembungkaman terhadap kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi,” tegas Ketua PWI NTB Ahmad Ikliludin dalam pesan tertulisnya, Kamis malam 21 Agustus 2025.

Jurnalis senior Radar Lombok ini, mengkritik keras langkah aparat kepolisian itu. Sebab, pihaknya, telah mencermati pemberitaan yang menjadi keberatan pelapor dan telah melakukan konfirmasi kepada media-media yang dimaksud.

Di mana, kata Iklil, peliputan dan pemuatan berita yang dimaksud oleh jurnalis, dirasa telah sesuai Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan telah memenuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang menjadi pedoman perilaku dan tanggung jawab bagi para jurnalistik dalam melaksanakan tugasnya.

“Pandangan kami, wartawan yang menulis berita berdasarkan fakta dan telah memenuhi Kode Etik Jurnalistik, dilindungi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 (Pasal 17),” katanya lantang.

Menurut Iklil, pemanggilan jurnalis baik sebagai pihak terlapor maupun saksi terhadap laporan kasus pemberitaan yang bersumber dari hasil liputan, berpotensi melanggar Pasal 8 UU Pers, yang menegaskan bahwa jurnalis mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya.

“Jurnalis dapat bekerja tanpa intimidasi, tekanan, atau ancaman hukum yang bertentangan dengan prinsip kebebasan pers di Indonesia,” ucapnya.

Wartawan juga tidak boleh dipaksa menjadi saksi atas suatu pemberitaan yang telah mereka muat karena memiliki Hak Tolak yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Hak ini untuk melindungi sumber informasi, menjaga independensi pers, dan mencegah wartawan diperalat untuk menjerat orang lain.

Baca Juga : Jurnalis Lombok Timur Dibekali Keamanan Digital untuk Hadapi Ancaman Siber
Oleh karena itu, menyinggung munculnya surat pemanggilan terhadap tujuh media ini, tentunya hal ini menjadi cerminan kegagalan penyidik dalam memahami kode etik jurnalistik (KEJ) dan UU Nomor 40 tahun 1999.

Terlebih, lanjut Iklil, perselisihan akibat adanya penilaian keselahan berita adalah menyangkut kode etik bukan tindak pidana.

“Seharusnya dalam sengketa pemberitaan diselesaikan berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999. Yakni, da mekanisme yang diatur dalam UU Pers. Pihak yang merasa dirugikan bisa menggunakan hak jawab atau hak koreksi,” jelasnya.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa Penyidik Polres Sumbawa juga seharusnya menghormati Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia yang tertuang dalam Nomor : 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor B/15/II/2017 Tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

Bahkan, Pada pasal 4 ayat 2 bahwa Pihak Kedua (Kepolisian Republik Indonesia) apabila menerima pengaduan dugaan perselisihan/sengketa termasuk surat pembaca atau opini/kolom antara wartawan/media dengan masyarakat, akan mengarahkan yang berselisih/bersengketa dan/atau pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang mulai dari penggunaan hak jawab,hak koreksi, pengaduan ke Pihak Satu (Dewan Pers) maupun proses perdata.

“PWI NTB meminta penyidik Polres Sumbawa untuk menghormati UU Pers dan memastikan bahwa jurnalis dapat bekerja tanpa intimidasi, tekanan, atau ancaman hukum yang bertentangan dengan prinsip kebebasan pers di Indonesia,” ungkap Iklil.

Ia meminta agar Penyidik Polres Sumbawa juga harus memahami Kode Etik jurnalistik dan UU 40 tahun 1999 dalam penanganan kasus laporan terkait pemberitaan.

Karena itu, PWI NTB mendesak kepolisian untuk mencabut surat panggilan terhadap tujuh media yang dimaksud. Mengingar, hal tersebut mencedarai kebebasan pers.

“Kami (PWI NTB) juga mengimbau kepada seluruh jurnalis untuk tetap berpedoman pada UU pers dan kode etik dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistik,” tandas Ikliludin

SKB 3 Menteri

SKB 3 Menteri tentang pers mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri tahun 2021 yang menjadi pedoman implementasi beberapa pasal tertentu dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). SKB ini dikeluarkan untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi perusahaan media siber di Indonesia dalam menghadapi isu-isu terkait UU ITE, serta melindungi kebebasan pers sambil mengantisipasi penyalahgunaan. 

Tujuan dan Latar Belakang SKB 3 Menteri tentang Pers:
  • Pedoman Implementasi UU ITE:
    SKB ini bertujuan memberikan panduan yang lebih jelas mengenai bagaimana beberapa pasal UU ITE, khususnya yang berkaitan dengan konten elektronik, akan diterapkan, termasuk pasal-pasal tentang ujaran kebencian dan pencemaran nama baik. 

  • Melindungi Kebebasan Pers:
    Dengan adanya SKB, pemerintah berupaya untuk memberikan ruang yang lebih aman bagi pers agar dapat menjalankan fungsinya tanpa khawatir terjebak pada interpretasi yang lentur dari UU ITE. 

  • Mencegah Propaganda dan Ujaran Kebencian:
    SKB ini juga berfungsi sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari propaganda kebencian yang menyasar suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), serta mencegah penyalahgunaan media digital untuk tujuan yang melanggar hukum. 

  • Menjadi Angin Segar bagi Media Siber:
    Ketua JMSI (Jaringan Media Siber Indonesia) menyebut SKB ini sebagai angin segar bagi insan pers, menandakan komitmen pemerintah untuk harmonisasi antara regulasi dan praktik jurnalistik. 

Implikasi bagi Wartawan dan Media Siber:
  • Perlindungan dari Jerat Pidana:
    SKB ini diharapkan dapat melindungi wartawan dan media siber dari tuntutan pidana terkait pemberitaan atau opini yang mungkin dianggap sebagai ujaran kebencian berdasarkan interpretasi yang terlalu luas. 

  • Penekanan pada Etika Jurnalistik:
    Dengan adanya pedoman ini, media siber dituntut untuk lebih berhati-hati dalam setiap pemberitaannya, namun tetap dapat menjalankan fungsi kontrol sosialnya secara optimal. 

  • Klarifikasi Pasal-Pasal yang Rentan:
    SKB ini memberikan klarifikasi pada pasal-pasal UU ITE yang seringkali menimbulkan kerancuan dan bisa disalahgunakan, terutama terhadap jurnalis atau pengkritik ( red )

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Kapolda NTB : Hari Juang Polri Momentum Mengabdi dengan Hati

Jum Agu 22 , 2025
Spread the love       Mataram, bidikankameranews.com— Mentari pagi mulai menampakkan sinarnya, Kamis (21/8/2025), ketika barisan personel Polri berdiri tegak di Lapangan […]