Agil Harnowo : Fungsional Penata Ruang Bidang Tata Ruang PUPR Prov NTB, Diduga Belum Memiliki Ijin Resmi, Perusahaan PMA PT BSS Sebut Ada Potensi Pelanggaran yang bisa diinvestigasi oleh Pemerintah Daerah dan APH
Mataram, bidikankameranews.com – Vila merupakan jenis hunian yang digemari masyarakat untuk menghabiskan waktu liburan. Banyak pemilik vila menggunakan properti satu ini baik untuk pribadi maupun bisnis sewa.
Namun, membangun vila, terlebih untuk bisnis sewa hunian tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada sejumlah izin dan hal yang perlu diperhatikan ketika hendak membangun vila. Hal ini dikatakan oleh Agil Harnowo Putra Fungsional Penata Ruang Bidang Tata Ruang PUPR PROVINSI NTB kepada media pada senin, ( 29/09 ) di ruang kerjanya.
Menurutnya, Pembangunan bangunan apapun perlu mengikuti tata ruang dan panduan dari pemerintah. Hal ini termasuk memiliki izin terkait bangunan vila supaya tidak dikategorikan jadi sebagai bangunan ilegal.
Lalu, apa saja izin yang perlu diperhatikan bagi yang ingin bangun vila?, Agil menjelaskan hal pertama yang perlu diperhatikan adalah arahan zonasi daerah untuk melihat lahan yang dibangun memungkinkan untuk dibangun vila. Zona yang perlu dihindari adalah lahan produktif
Pemilik bisa berkonsultasi dengan Dinas PTSP serta Dinas PUPR setempat untuk memastikan izin apa saja yang diperlukan serta apakah sesuai dengan tata ruang atau tidak. Lalu, pemilik juga perlu mengajukan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) sebagai langkah awal perizinan yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang.
“Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan bantuan Pertek dari Kantor Pertanahan setempat diharapkan dapat menjadi gambaran tentang bentuk dan struktur bangunan yang sesuai dengan lokasi” ujarnya.
” Pastikan status tanah yang akan dibangun harus memiliki Hak Guna Bangun (HGB) atau Sertifikat Hak Milik (SHM). Kemudian, untuk membangun vila harus ada Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) baik vila untuk penggunaan pribadi atau untuk disewakan ” jelas Agil
Agil pun mengatakan bahwa “Perizinan Berusaha dalam sebuah kegiatan usaha meliputi KKPR, Dokumen Lingkungan (UKL/UPL atau Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), PBG, dan dokumen pendukung lainnya yang disyaratkan dalam PP 28/2025 tentang perizinan berusaha” urainya
Masih kata Agil, Setelah bangunan selesai baru kita ada yang disebut Sertifikat Layak Fungsi (SLF) yang mengatur tentang teknis bangunan untuk keadaan darurat berupa kebakaran atau bencana, pengamanan bangunan, pembuangan limbah dan lain sebagainya.
Pemilik bangunan vila juga perlu berkoordinasi dengan pemerintah setempat seperti kelurahan/desa, kecamatan atau dinas lainnya. Dikarenakan untuk menjalankan kegiatan usaha akan ada Pajak Bumi Bangunan (PBB) termasuk salah satunya yaitu terkait usaha wisata berupa vila
Di samping itu, Agil menyarankan bagi yang terlanjur membangun vila, namun belum mengantongi izin lengkap agar segera mengurusnya. Pemilik bisa coba berkoordinasi intens dengan Dinas setempat yang mengampu urusan terkait perizinan berusaha dan perizinan lainnya.
“Saya sarankan kepada pemilik vila yang sudah terlanjur, coba diurus (izin) dan negosiasinya bagaimana. Kalau belum terlanjur, ikuti peraturannya,” pungkasnya
“sanksi Jika Tidak Memiliki PBG
pada dasarnya apabila pemilik bangunan gedung, pengguna bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, profesi ahli, penilik, dan/atau pengkaji teknis tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung (dalam hal ini kepemilikan PBG), berpotensi dikenai sanksi administratif.” jelas Agil
Sanksi administratif tersebut dapat berupa peringatan tertulis;
pembatasan kegiatan pembangunan; penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan; penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;
pembekuan persetujuan bangunan gedung ; pencabutan persetujuan bangunan gedung; pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau
perintah pembongkaran bangunan gedung.
” Selain sanksi administratif, terdapat juga sanksi pidana penjara atau pidana denda, sebagaimana diatur di dalam Pasal 24 angka 37 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 46 UU 28/2002 bahwa bagi setiap pemilik bangunan gedung dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang ” jelasnya
Terkait PMA PT Bukit Samudra Sumbawa yang berlokasi di Wilayah berbatasan Tua Nanga dan Kertasari , Kabupaten Sumbawa Barat, Agil menilai setelah melihat dokumen dan pengaduan dari masyarakat,terdapat potensi pelanggaran berupa belum adanya pengurusan perizinan berusaha terkait kegiatan yang sedang dijalankan sehingga nantinya diharapkan akan ada tim investigasi dari Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, karena otorita terkait penyelidikan maupun investigasi merupakan ranah Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat
” kami akan berkordinasi segera dengan Kabupaten untuk turun melakukan Investigasi langsung di PT BSS, agar kami dapat mengatahui riwayat kegiatan yang sudah dilakukan dan potensi-potensi pelanggaran apa yang terjadi termasuk dengan APH bisa melakukan lidik kalau ada pelanggaran ijin ” katanya mantap ( edi )