Johan Rosihan : PPS Terus Diperjuangkan , Kendala Regulasi Pusat , Sahril Amin Sebut Politisi Senayan Tukang Bual / Â Gusti Lanang Pertanyakan Peran Magdalena dan Mori Hanafi..?

Jakarta, bidikankameranews.com – Masyarakat dan organisasi menuntut pemekaran Pulau Sumbawa menjadi provinsi baru menjadi prioritas utama yang harus segera diwujudkan, terlepas dari moratorium DOB (Daerah Otonomi Baru).
PPS sebagai harga mati, seolah tak ada jalan lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat selain memisahkan diri dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Tapi di balik semangat pemekaran itu, publik layak bertanya: benarkah urgensinya demi rakyat, atau ada agenda tersembunyi berupa bagi-bagi kekuasaan?
Terkait aspirasi pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS), Johan Rosihan Anggota DPR-RI Dari Dapil Pulau Sumbawa menyampaikan kepada media senin ( 15/12 ) bahwa dukungan terhadap aspirasi masyarakat Pulau Sumbawa itu nyata dan terus diperjuangkan, namun memang saat ini terdapat kendala regulasi dan kebijakan di tingkat pemerintah pusat yang membuat prosesnya belum dapat bergerak lebih cepat.
Pertama, secara regulasi, hingga hari ini moratorium pemekaran daerah masih berlaku. Pemerintah pusat belum membuka kembali kran pembentukan daerah otonomi baru, sambil melakukan penataan menyeluruh terhadap desain otonomi daerah, termasuk evaluasi terhadap daerah-daerah hasil pemekaran sebelumnya. Kondisi ini membuat seluruh usulan DOB, termasuk PPS, berada dalam posisi menunggu kebijakan nasional.
Kedua, dari sisi kebijakan fiskal dan perencanaan nasional, pemerintah pusat saat ini sedang sangat berhati-hati dalam menyetujui pemekaran baru. Pertimbangannya antara lain kemampuan fiskal negara, beban APBN, kesiapan struktur pemerintahan, serta arah pembangunan nasional yang sedang difokuskan pada penguatan daerah yang sudah ada, bukan menambah entitas administratif baru.
Ketiga, perlu dipahami bahwa anggota DPR RI tidak dapat berjalan sendiri dalam proses ini. Pembentukan provinsi harus melalui mekanisme lintas lembaga: DPR RI, pemerintah pusat (Kemendagri), serta keputusan politik nasional. Yang terus kami lakukan adalah mengawal aspirasi, menjaga agar PPS tetap tercatat sebagai agenda strategis, serta memastikan kesiapan argumentasi sosiologis, ekonomi, dan administratif ketika moratorium itu dicabut.
” Saya memahami kegelisahan masyarakat Pulau Sumbawa. Namun penting disampaikan secara jujur bahwa lambatnya progres bukan karena ketiadaan dukungan wakil rakyat, melainkan karena hambatan kebijakan nasional yang masih tertutup. Tugas kami saat ini adalah memastikan agar ketika pintu regulasi itu dibuka, Pulau Sumbawa sudah siap dan tidak tertinggal ” kata Johan
Ini adalah perjuangan jangka panjang, dan aspirasi PPS tetap kami jaga agar tidak padam di tingkat pusat.
Sahril Amin, Ketua Presedium Aliansi Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Johan Rosihan itu hanya sebagai bahasa politik yang penuh janji- janji politik palsu, Di sisi lain, publik tak bisa menutup mata bahwa semangat pemekaran daerah kerap dimanfaatkan elite politik lokal untuk mengukir “kerajaan-kerajaan kecil.” Jabatan-jabatan baru akan tercipta: gubernur, wakil gubernur, sekda, DPRD provinsi, OPD baru, hingga lembaga vertikal. Semua ini memerlukan anggaran besar dan potensi tarik-menarik kepentingan yang bisa membebani rakyat.
” Selama ini, Pulau Sumbawa kerap merasa dianaktirikan. Pembangunan masih terpusat di Pulau Lombok sebagai pusat pemerintahan NTB. Infrastruktur di Sumbawa, terutama di bidang jalan, pendidikan, dan layanan kesehatan, masih jauh tertinggal. Tak jarang warga harus menyeberangi lautan hanya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak di Mataram ” kata Sahril
Sahril juga menilai, Jika PPS berdiri, pusat pemerintahan baru akan lebih dekat dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat lokal. Perencanaan dan realisasi pembangunan bisa disesuaikan dengan karakteristik kultural dan geografis Pulau Sumbawa. Ini bukan soal ego wilayah, tapi soal efektivitas pelayanan publik.
” jika semangat PPS hanya didorong oleh syahwat politik, maka hasilnya bukanlah kesejahteraan, melainkan konflik, pemborosan, dan kekecewaan. Lebih parah lagi, rakyat hanya dijadikan “tangga” untuk mencapai kursi empuk kekuasaan ” kesal Sahril
Gusti Lanang Tokoh Senior Pemuda Kabupaten Sumbawa Barat, mempertanyakan keberadaan 2 politisi senayan dari dari pemilihan Pulau Sumbawa yaitu Magdalena dan Mori Hanafi yang sibuk melakukan pencitraan tanpa mau bersuara lantang memperjuangkan PPS, ” kedua politisi ini saya pertanyakan keberadaan sebagai wakil rakyat Pulau Sumbawa ” kata Gusti
Menurut Gusti, peran Johan Rosihan dari Partai Keadilan Sejahtera sebagai Politisi vokal sangat berperan dalam memperjuangkan PPS , Hal ini terlihat di beberapa kegiatan RDP dengan Pemerintah pusat, justru johan Rosihan yang paling getol mempertanyakan Kapan PPS moratoriumnya dicabut.., Sementara Magdalena dan Mori Hanafi hanya datang mendengar, duduk manis tanpa mau memperjuangan PPS dengan suara lantang, ” Saya pertanyakan Keberadaan kedua politisi tersebut dari Dapil Pulau sumbawa…? ” kata Joy lantang ( edi )
( edi )













