Mataram, bidikankameranews.com
Plh Kepala Dinas DESDM Pemprov NTB Muhamad Riadi saat dikonfimasi via Watshaap pada Jum’at ( 09 /10 ) terkait adanya aksi penolakan operasional Ijin Pertambangan yang dilakukan oleh PT SBM di wilayah Bukit Samoan Kabupaten Sumbawa Barat memaparkan bahwa, didalam UU Nomor 3 Tahun 2020 sebagai UU Minerba yang baru memang mengambilalih kewenangan izin dari pemerintah daerah. Dalam Pasal 35 (1) UU minerba baru itu, disebutkan bahwa usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
” namun dalam Pasal 35 (4) dinyatakan bahwa pemerintah pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian perizinan berusaha kepada pemerintah daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ” kata Riadi
Menurutnya , apa yang diinginkan oleh para aktivis masyarakat dikabupaten Sumbawa Barat atas penolakan beroperasinya PT SBM dibukit Samoan tersebut, pada dasarnya itu sah-sah saja, namun pihak Pemprov harus berpedoman kepada UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba, yang mana kewenangan tersebut telah diambil alih oleh Pemerintah Pusat katanya singkat
Perlu diketahui dala beberapa hari terakhir ini, aksi unjuk rasa menolak aktivitas tambang Gunung Semoan serta mendesak Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, segera mencabut izin eksplorasi yang telah dikeluarkan. Unjuk rasa yang dilakukan oleh Gerakan Masyarakat KSB Selamatkan Gunung Semoan (GMKSGS) berlangsung di depan Kantor Bupati Kabupaten Sumbawa Barat, Graha Fitrah, Senin (5/10/2020) dijaga ketat petugas keamanan.
Selain mendesak mencabut izin eksplorasi, massa aksi menuntut Pemkab Sumbawa Barat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam yang merupakan warisan dari nenek moyang masyarakat Sumbawa Barat.
Demikian juga saat Hearing dengan Komisi III DPRD Sumbawa barat, yang diawali dengan pertanyaan dari juru bicara GMSBMK pada KPH Sejorong minta menjelaskan regulasi tentang status tanah, perubahan dari hutan lindung menjadi Area Penggunaan Lain (APL). Kemudian GMSBMK menginginkan surat bahwa status hutan tersebut APL?
Atas pertanyaan itu, KPH Sejorong menjawab bahwa pihaknya tidak tinggal diam atas isue yang terjadi hari ini. Pihak KPH selaku pengelola kawasan telah turun ke lokasi tempat PT SBM melakukan eksplorasi, kemudian mengambil titik koordinat dibeberapa titik dan dapat dipastikan bahwa kawasan tersebut berada diluar kawasan atau Area Penggunaan Lain. Ketika itu sudah berbicara APL maka tidak ada kewenangan kami untuk memerintahkan pada siapapun untuk menghentikan kegiatan.
Terkait dengan bukti surat yang diminta oleh GMSBMK pada KHP Sejorong tentang status hutan itu sudah APL, KPH Sejorong mengeluarkan peta yang dapat menunjukkan bahwa lokasi kegiatan PT SBM berada di area APL. KPH Sejorong juga menjelaskan bahwa belum ada permohonan secara tertulis untuk memohon memberikan status hutan telah menjadi APL maka pihak KPH Sejorong tidak berwenang mengeluarkan apapun dalam bentuk tertulis. KPH Sejorong tetap bersikukuh dengan kewenangannya bahwa tidak ada alasan bagi KPH menjelaskan sesuatu hal apapun diluar kewenangannya.
Kegiatan hearing antara dua pihak yang dipimpin langsung oleh Sekda Sumbawa Barat, H. Abdul Azis, SH MH. diwarnai keributan. Karena tidak puas dengan jawaban dari pihak KPH dan ada beberapa jawaban dari Sekda yang dinilai oleh perwakilan GMSBMK tidak masuk akal, mereka minta kehadiran Pjs Bupati Sumbawa Barat memimpin jalannya hearing. Mereka minta Sekda dikeluarkan dari ruangan hearing. “Bukan Sekda yang tidak paham dengan apa yang terjadi persoalan yang sedang kita bahas. Jawabannya bahwa hari ini pemerintah Sumbawa Barat ‘Nganga Ngoam’ (dalam bahasa Sumbawa) artinya ngangap atau bengong”. Ujar salah satu perwakilan GMSBMK.
Diinformasikan bahwa GMSBMK menuntu 3 hal. Pertama, mencabut ijin lokasi. Kedua, minta hearing dan sudah dipenuhi oleh Pemkab Sumbawa Barat, dan ketiga adalah PT SBM harus hengkang dari Sumbawa Barat. ( Red )