Cegah Demam Berdarah, Dikes KSB Akan Lakukan Langkah Deteksi Dini
Sumbawa Barat, bidikankameranews.com
Menjelang musim penghujan, Pemerintah Sumbawa Barat melalui Dinas Kesehatan akan terus melakukan edukasi kepada masyarakat akan muncul beberapa penyakit yang bisa mengganggu kesehatan terutama penyakit kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Hal ini dikatakan oleh Kepala Dinas Kesehatan melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Indra Alamsyah,S.Kep., M. Si kepada awak media pada senin (25/10) diruang kerjanya
Ia menyebut Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat melalui Dinas Kesehatan bersama unsur Forkopimda serta stakeholder terus melakukan pemantauan, pengawasan dan edukasi kepada warga.
“Penanganan DBD di Kabupaten Sumbawa Barat tidak berbeda jauh dengan penanganan virus Convid-19. Karena dimusim pengujan dengan cuaca yang tidak menentu besar kemungkinan kasus DBD akan muncul sehingga antisipasi terus ditingkatkan,” ungkap Indra
Indra mengingatkan kepada warga agar virus DBD jangan sampai tertutup dengan isu Virus Covid-19. Ia menilai DBD lebih berbahaya, untuk itu dirinya secara tegas agar gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan kebersihan lingkungan kembali dilaksanakan dan ditingkatkan lagi karena itu hal yang utama. Dan hal tersebut sudah dilakukan di tingkat wilayah kecamatan, puskesmas dan bagian pemerintahan terbawah untuk memutus mata rantai agar tidak mewabah.
Untuk edukasi, Indra menerangkan DBD disebabkan virus yang disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Gejala awalnya panas hampir sama dengan yang lain, tidak khas. Hari pertama di cek laboratorium masih normal. Yang penting sambung Indra adalah terapi cairan.
Ketika tiga hari panas tidak turun, disarankan untuk periksa laboratorium dengan melihat trombositnya karena itu yang paling bahaya.
Memasuki hari ke-4 dan ke-5 adalah masa kritis DBD, biasanya trombosit drop dan disertai pendarahan yang tidak khas, tidak harus mimisan bahkan bisa pendarahan di dalam. Jika sudah kondisi seperti itu ditambah asupan cairan yang kurang akan menyebabkan DSS. Umumnya orang tua membawa pasien DBD ke rumah sakit dalam keadaan DSS.
“Jika sudah DSS, biasanya sulit untuk tertolong. Panas di awal sakit berdasarkan diagnosa pembanding hampir sama, jadi pada hari pertama hasilnya masih normal dan belum terdeteksi, umumnya jika panas sudah memasuki hari ketiga, disarankan harus periksa laboratorium,” tandasnya.
Disinggung tindakan fogging atau pengasapan, Indra menjelaskan tindakan tersebut hanya membunuh nyamuk dewasa tetapi tidak memutus rantai siklus hidup nyamuk dengan kata lain jentik nyamuk tidak akan mati.
“Lebih baik memberantas jentik-jentiknya karena itu sumber penularannya. Fogging tidak ubahnya semprotan anti nyamuk pada umumnya. Gerakan Sadar kebersihan Masyarakat dan lingkungan lebih efektif dibanding mengandalkan fogging,” Katanya
Langkah yang disarankan antara lain dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta menggerakkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk melalui gerakan 3 M. Selain itu, warga diminta mengaktifkan abatesasi, dan gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik.
“Bagi petugas kesehatan, jika mendapati informasi tentang kasus DBD harus segera melakukan penyelidikan epidemiologi. Apabila hasilnya menyatakan ada fokus penularan, secepatnya dilakukan fogging paling lambat 3×24 jam,” jelasnya.
Selain itu fogging juga bisa mematikan organisme lain sehingga akan mengganggu ekosistem. Guna deteksi dini penyakit demam berdarah, Dinkes telah membagikan kit diagnostik ke puskesmas. Alat ini dapat mendeteksi keberadaan antigen NS one yakni suatu glikoprotetin yang terakumulasi pada plasma sel yang terinfeksi virus dengue.
“Dengan menggunakan alat tersebut, DBD masih bisa didiagnosa sebelum hari ketiga,” imbuh Indra
Ke depan, pihaknya akan berkoordinasi dengan tim pokjanal kecamatan secara kontinyu untuk melakukan gerakan Jumat bersih dalam rangka pemberantasan sarang nyamuk. ( EDI)