Sumbawa Besar, bidikankameranews.com – Bunda PAUD Kabupaten Sumbawa, Hj. Ida Fitria Syarafuddin Jarot, SE, menegaskan bahwa guru PAUD memiliki peran vital sebagai garda terdepan dalam mendeteksi dan melindungi anak dari kekerasan. Hal itu disampaikan saat membuka Pelatihan Manajemen Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Anak di Hotel Dewi, Selasa (30/09/2025).
Kegiatan yang diinisiasi oleh Dinas P2KBP3A Kabupaten Sumbawa ini menghadirkan narasumber dr. Hj. Nieta Aryani dan Tati Haryati, S.Psi., M.M., diikuti para praktisi perlindungan anak, pengelola UPT, fungsional, staf Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, serta pendidik dan tenaga kependidikan PAUD.
Dalam sambutannya, Bunda PAUD menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang hadir dengan hati dan kepedulian, seraya menegaskan bahwa isu perlindungan anak bukan sekadar wacana, tetapi tanggung jawab bersama.
“Anak yang tiba-tiba murung, enggan berpisah dari guru, atau sering menggambar dengan tema ketakutan, bisa jadi tanda awal adanya masalah serius. Guru PAUD adalah pihak pertama yang melihat, mendengar, dan merespons,” ungkapnya.
Ia mencontohkan sebuah kasus di Surabaya, dimana kepekaan seorang guru TK yang mencatat perubahan sikap siswanya menjadi pintu masuk untuk menyelamatkan anak dari kekerasan.
“Kasus ini mengajarkan kita, kepekaan guru bisa menjadi kunci penyelamatan,” ujarnya.
Melalui pelatihan ini, peserta diajak memahami manajemen penanganan kasus secara utuh, mulai dari pelaporan, pendampingan, layanan kesehatan dan psikologis, hingga rehabilitasi.
Menurutnya, respon pertama terhadap anak korban harus penuh empati, bukan tuduhan. “Mereka butuh ruang aman, sapaan lembut, dan jaminan bahwa ada orang dewasa yang siap melindungi mereka,” tegasnya.
Bunda PAUD juga menekankan pentingnya sinergi lintas sektor. Guru PAUD, perlu mengetahui jalur koordinasi yang jelas, mulai dari kontak UPT PPA, prosedur pengaduan, hingga layanan konseling psikologis.
“Teknologi bisa membantu mempercepat laporan, tapi empati manusia tetap menjadi inti perlindungan anak,” katanya.
Ia berharap hasil pelatihan tidak berhenti di ruang hotel, melainkan diwujudkan di lapangan. “Sepulang dari sini, bentuklah tim kecil di satuan PAUD, lakukan simulasi penanganan, dan susun modul edukasi untuk orang tua. Kita mungkin bukan ahli hukum atau psikolog, tapi kita bisa menjadi bagian dari jejaring yang melindungi anak,” tutupnya.
Acara kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh para narasumber. Dr. Hj. Nieta Aryani menekankan pentingnya penguatan fungsi keluarga dalam pencegahan kekerasan terhadap anak usia dini, sementara Tati Haryati, S.Psi., M.M., memaparkan strategi manajemen penanganan kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Sumbawa. (*)